Rabu, 04 November 2009

Pertemuan 6-7 MPS

ELEMEN DASAR RISET
A.
Konsep dan Konstruk
Konsep adalah abstraksi yang dibuat dengan mengeneralisasikan hal-hal yang khusus. Contoh konsep adalah prestasi. Prestasi adalah abstraksi yang terbentuk dari observasi tentang perilaku-perilaku tertentu pada seseorang. Perilaku itu terkait dengan penguasaan dan pengetahuan seseorang dalam mengerjakan soal hitung, mengeja kata-kata, membuat gambar, dan sebagainya. Berbagai perilaku yang teramati kemudian digolongkan menjadi satu dan diungkapkan dengan satu istilah atau nama “prestasi”. Kampus adalah konsep yang mewadahi atau menunjuk pada misalnya gedung, dosen, mahasiswa, ruang kuliah, matakuliah dan seterusnya.
Konsep dengan demikian merupakan symbol atau istilah yang menunjuk pada suatu pengertian tertentu. Konsep bersifat abstrak tetapi menunjuk pada sesuatu yang konkrit. Abstraksi suatu konsep itu bertingkat-tingkat, ada yang abstraksinya sangat tinggi, dan ada yang rendah. Misal, “minat” adalah suatu konsep yang sukar dicarikan hal-hal konkrit sebagai penunjuknya, tetapi “kursi” merupakan konsep yang sangat mudah dihubungkan dengan hal-hal yang konkrit, karena kita mudah mengamati ada kursi model sofa, kursi goyang, kursi putar, kursi malas, dan berbagai bentuk dan jenis kursi lainnya. Konsep yang tingkat abstraksinya tinggi inilah yang dinamakan konstruk atau konsep nominal.
[1]
Memperhatikan definisi tentang konsep seperti dikemukakan di atas, nampak bahwa konsep itu terbentuk melalui proses induktif, yaitu bertitik tolak pada gejala-gejala pengamatan. Proses memberikan konsep pada gejala-gejala yang diamati itulah yang disebut dengan “konseptualisasi”.

B. Variabel, Indikator Empiris dan Definisi Operasional
Sebelumnya telah dijelaskan bahwa konseptualisasi adalah proses memberi konsep pada gejala-gejala yang diamati. Konsep bersifat abstrak tetapi menunjuk pada objek-objek tertentu yang konkrit. Obyek yang konkrit itu bersifat individual, yang berbeda satu dengan yang lain. Taruhlah misalnya kita mengamati orang-orang yang kita jumpai, maka tidak ada dua orang yang sama persis di antara mereka. Setiap orang berbeda dengan yang lain. Mereka dapat dibedakan dengan nama masing-masing. Ada yang bernama Ananta, Fikri, Yazdi, Mehdi, dan sebagainya. Tetapi baik Ananta, Fikri, Yazdi maupun Mehdi semuanya adalah manusia. Jadi, manusia adalah konsep, dan konsep itu tidak hanya menunjuk pada Ananta, Fikri, Yazdi dan Mehdi, tetapi juga pada orang lain yang mempunyai kemiripan dengan mereka.
Sifat dari obyek-obyek yang berbeda-beda itu adalah :
1. Mempunyai ciri umum yang sama yang membuat mereka mirip satu sama lain sehingga semuanya dapat ditampung dalam satu definisi
2. Setiap obyek berbeda masing-masing mempunyai ciri tersendiri yang membedakannya dengan obyek lain. Perbedaan itulah yang membuat obyek-obyek itu bervariasi, karena itu disebut variabel.
3. Perbedaan-perbedaan pada tiap obyek terletak pada ukuran masing-masing, baik ukuran yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Karena ukuran yang berbeda-beda itulah maka konsep itu disebut variabel
Secara singkat dapat didefinisikan bahwa variabel merupakan konsep yang mempunyai variasi nilai. Misal, kerajinan belajar mahasiswa dapat dilihat pada banyaknya waktu yang dipakai mahasiswa setiap minggunya untuk mempelajari matakuliahnya. Apabila tolok ukur ini diterapkan pada setiap mahasiswa akan tampak variasi dalam penggunaan waktu setiap mahasiswa. Anto mempergunakan 20 jam, Lulu mempergunakan 15 jam, Fira memanfaatkan 25 jam dan seterusnya. Oleh sebab itu, kerajinan belajar adalah variabel. Contoh lain dari variabel adalah pekerjaan penduduk di sebuah desa. Ada petani, peternak, buruh bangunan, pedagang, dan sebagainya. Karena ada berbagai macam pekerjaan, maka pekerjaan penduduk merupakan variabel.
Suatu konsep disebut variabel manakala menampakkan variasi pada obyek-obyek yang ditunjukkannya.

Di antara konsep yang abstrak dan obyek-obyek individual yang konkrit terdapat suatu penghubung yang menunjukkan obyek mana yang dapat dimasukkan ke dalam konsep yang bersangkutan. Konsep “mahasiswa”, misalnya. Siapa saja yang dapat digolongkan ke dalam konsep ini? Apakah A yang belajar di MAN termasuk dalam konsep ini, atau B yang bekerja di sebuah kantor atau C yang mengajar di sebuah SD? Kita membutuhkan suatu petunjuk untuk melakukan tugas tersebut. Misalkan, orang yang telah terdaftar untuk mengikuti perkuliahan di suatu Perguruan Tinggi dapat diketahui dari kartu mahasiswanya yang masih berlaku. Dengan kartu mahasiswa itu dapat diketahui siapa saja yang dimaksud dengan mahasiswa. Dalam konteks ini kartu mahasiswa itu disebut indicator empiris (variabel) terhadap konsep mahasiswa.
Indikator empiris atau variabel sifatnya harus dapat diamati. Suatu indicator empiris belum tentu dapat menunjukkan seluruh makna yang terkandung dalam konsep tertentu. Contoh, indicator sepeda adalah “kendaraan roda dua”. Bukankah ada juga sepeda roda tiga, dan ada juga kendaraan roda dua yang bukan sepeda? Jadi, indicator tersebut belum seluruhnya menangkap konsep “sepeda”. Oleh sebab itu, sebuah konsep dapat memiliki lebih dari satu indicator empiris. Dengan indicator empiris itu, kemudian dapat dibuat rumusan variabel secara operasional.
Definisi operasional adalah memberikan arti pada suatu konsep atau variabel dengan cara menetapkan kegiatan-kegiatan atau tindakan-tindakan yang perlu untuk mengukur konsep atau variabel itu.
[2] Definisi operasional dirumuskan sedemikian rupa sehingga dapat befungsi sebagai petunjuk untuk menemukan data yang tepat dalam dunia empiris. Misalkan kita melihat empat buah bilangan, yaitu 2, 4, 6, dan 8. Memang ke empat bilangan itu adalah bilangan genap tetapi tidak semua bilangan genap tersebut termasuk dalam pengamatan kita. Definisi yang tepat untuk pengamatan 2, 4, 6 dan 8 adalah “bilangan kelipatan dua di bawah 10”. Dengan definsi itu maka tidak ada yang lain kecuali 2, 4, 6 dan 8.
Definisi operasional suatu variabel tidak boleh dirumuskan dalam bentuk sinonim. Kalau definisi variabel kerajinan belajar dirumuskan sebagai “kerajinan belajar adalah ketekunan mahasiswa untuk mempelajari bahan kuliah”, maka di sini terdapat dua istilah sinonim yaitu kerajinan dan ketekunan. Seharusnya istilah ketekunan berfungsi sebagai penjelas bagi kerajinan, karena itu ia bukan konsep tetapi indicator. Istilah kerajinan harus diterangkan dengan indicator. Ciri dari indicator adalah teramati dan terukur. Dengan menggunakan indicator tersebut kita merumuskan variabel kerajinan belajar sebagai berikut: “kerajinan belajar mahasiswa adalah banyaknya waktu yang diukur dalam jam per mingggu yang dipergunakan oleh mahasiswa untuk membaca bahan-bahan yang relevan dengan program studinya”. Di sini kegiatan membaca adalah indicator, dan jumlah jam adalah pengukuran.
Tampak jelas bahwa definisi operasional variabel atau konsep berbeda dengan definisi yang ditemukan dalam buku teks atau dalam kamus. Definisi dalam textsbook atau kamus disebut dengan definisi nominal atau konstitutif.
C.
Jenis-jenis Variabel
Apabila dilihat dari fungsinya, maka variabel penelitian ada dua macam yaitu variabel independen (variabel bebas) dan variabel dependen (terikat). Suatu variabel disebut dependen atau variabel terikat jika nilai atau harganya ditentukan oleh satu atau beberapa variabel lain. Dalam hubungan ini variabel lain itu disebut variabel independen atau variabel bebas. Sebagai contoh, hubungan antara permintaan dan harga dalam hukum permintaan berbunyi: jika harga suatu barang naik (turun), maka permintaan terhadap barang itu akan turun (naik). Permintaan adalah variabel dependen, dan harga merupakan variabel independen. Kekerasan televisi menimbulkan perilaku agresif pada penontonnya, maka Kekerasan televisi merupakan variabel independen, sedangkan perilaku agresi adalah variabel dependen. Jika kita mengkaji relasi antara kecerdasan atau inteligensi dengan prestasi sekolah, maka kecerdasan merupakan variabel bebas dan prestasi variabel terikatnya. Umumnya relasi antar variabel bebas dan terikat menggunakan penjelasan sebab-akibat, atau korelasional.
Jika dilihat dari skala nilai, maka ada variabel kontinu dan variabel kategoris. Jika suatu variabel hanya bisa diukur dengan bilangan deskrit atau kategoris maka disebut dengan variabel kategoris.sedangkan jika dapat diukur dengan bilangan kontinu, namanya adalah variabel kontinu. Jumlah orang adalah variabel kategoris karena hanya dapat diukur dengan bilangan bulat seperti 1, 2, 3 dan sebagainya. Agama, pekerjaan, jenis kelamin, adalah contoh lain dari variabel kategoris. Variabel berat, panjang, umur termasuk variabel jenis kontinu karena dapat diukur dengan bilangan real seperti 1,12; 2,045 dan sebagainya
Sementara jika dilihat dari perlakuan terhadap variabel, maka dijumpai adanya variabel aktif dan variabel atribut. Variabel aktif adalah variabel yang dapat dimanipulasi, sedangkan variabel atribut merupakan variabel yang tidak dapat dimanipulasi. Pembagian variabel ke dalam dua jenis ini (aktif dan atribut) akan menjadi jelas jika dihubungkan dengan jenis penelitian eksperimen. Dalam penelitian eksperimen ada variabel yang dimanipulasikan, artinya peneliti dapat melakukan berbagai hal terhadap berbagai kelompok subyek (kelompok eksperimen).
Variabel atribut atau pasif adalah variabel yang sulit dilakukan manipulasi. Umumnya yang termasuk jenis variabel ini adalah intelegensi, bakat, jenis kelamin, status sosial-ekonomi, agama, keturunan. Jadi hal-hal yang umunya menjadi ciri manusia merupakan variabel atribut.
[1] Fred N. Kerlinger, Asas-Asas Penelitian Behavioral, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press: 2002), hlm. 48
[2] Fred N. Kerlinger, Asas-Asas Penelitian Behavioral, hlm. 51
[3] Stephen Yelon, dkk., A Teachers World Psychology in Classroom, (Tokyo: McGraw-Hill Kogakusha, 1977), hlm. 294

Pertemuan 6-7 MPS

MASALAH PENELITIAN

Beberapa literatur dalam metodologi penelitian menyatakan bahwa penelitian dilaksanakan dalam rangka memperoleh pemecahan terhadap suatu masalah. Hillway[1], misalnya menyatakan bahwa penelitian adalah suatu metode studi yang dilakukan oleh individu, kelompok atau badan melalui penyelidikan yang cermat tentang suatu masalah sehingga diperoleh pemecahan yang tepat atas masalah tersebut. Ardhana[2] juga mengatakan bahwa penelitian itu merupakan proses untuk mencapai pemecahan masalah yang dapat diandalkan melalui pengumpulan, analisis dan intrepretasi data yang terencana dan sistematis. Emory dalam bukunya Business Research Methods (1997) sebagai dikutip oleh Sugiyono, berpendapat bahwa penelitian dilakukan berawal dan berakhir dengan masalah. Demikian urgen dan signifikannya “masalah” dalam penelitian, beberapa penulis buku penelitian meletakkan masalah sebagai pangkal tolak aktivitas penelitian.[3]
Secara ekstrim dapat dikatakan bahwa penelitian itu ada karena kita ingin memperoleh pemecahan suatu masalah. Isaac dan Michael[4] bahkan berani mengatakan “formulasi masalah penelitian dengan baik merupakan setengah dari tahap pemecahan masalah dan penelitian itu sendiri”. Pengakuan para ahli penelitian seperti di atas sangat mudah dipahami mengingat apapun pendekatan penelitian yang digunakan (kuantitatif atau kualitatif), masalah merupakan komponen utama yang harus dipahami bagi seorang peneliti.
Permasalahan yang sering kita dengar adalah adanya keluhan “kehabisan” masalah bagi peneliti pemula (baca: mahasiswa). Keluhan ini sebenarnya menyiratkan kontradiksi dengan hakikat dirinya sebagai manusia. Manusia adalah makhluk yang sanantiasa bermasalah. Jadi yang sulit adalah mengidentifikasi masalah dan mendudukkannya dalam proposal penelitian.

Pengertian Masalah Penelitian

Kapabilitas dan kredibilitas seorang peneliti bukan hanya ditentukan oleh frekuensi atau jam terbang melakukan penelitian, melainkan juga oleh kemampuan menemukan dan memilih masalah penelitian yang layak teliti. Masalah penelitian adalah suatu keadaan yang bersumber dari interaksi antara dua factor atau lebih yang menghasilkan situasi yang membingungkan. Karena membingungkan maka memerlukan solusi. Masalah pada dasarnya adalah merupakan suatu keadaan yang memerlukan solusi.
Keadaan tersebut muncul karena adanya kesenjangan (gap/kontradiktif) antara apa yang ada dan apa yang seharusnya, antara kenyataan yang ada dan apa yang diharapkan, antara tuntutan dengan apa yang tersedia, antara teori dan kenyataan. Masalah akan muncul apabila kita mampu menangkap kontradiktif pada interaksi antara satu atau dua komponen, yaitu konsep, pengalaman dan data empirik.


Kontradiktif yang terjadi pada konsep disebut dengan conceptual problems, sedangkan kontradiktif pada data empirik disebut dengan action problems, dan kontradiktif pada pengalaman dinamakan value problems.

Apabila dilihat dari apa yang diharapkan, maka masalah dapat dikelompokkan ke dalam 3 kategori, yaitu (1) masalah filosofis, (2) masalah kebijakan, dan (3) masalah ilmiah. Suatu masalah dikatakan masalah filosofis jika gejala-gejala empirisnya tidak sesuai dengan pandangan hidup yang ada dalam masyarakat. Gejala hubungan seks sebelum nikah di kalangan remaja termasuk dalam kategori ini, karena nilai-nilai yang berlaku di kalangan remaja itu tidak sesuai dengan norma-norma etis dan norma-norma keagamaan yang dianut oleh masyarakat.

Masalah yang tergolong dalam masalah kebijakan adalah perilaku-perilaku atau kenyataan yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh pembuat kebijakan. Kualitas pendidikan yang tidak sesuai dengan tujuan pendidikan, bantuan untuk orang miskin yang tidak mencapai sasaran, merupakan dua contoh masalah dalam kategori ini.

Masalah yang tergolong dalam kategori masalah ilmiah adalah kenyataan-kenyataan yang tidak sesuai dengan teori ilmu pengetahuan. Dalam psikologi terdapat “teori hukuman” yang menjelaskan bahwa hukuman yang diberikan kepada anak akan mengubah perilakunya ke arah yang positif. Tetapi dalam kenyataannya, anak-anak yang diberi hukuman itu perilakunya justru semakin mengarah pada hal-hal yang negatif, bahkan hukuman itu menanamkan dendam kepada orangtuanya
Menemukan Masalah penelitian

Kesulitan menemukan masalah bukan disebabkan oleh ketiadaan masalah itu sendiri, sebab masalah dalam penelitian bersifat tak terbatas. Peneliti yang sedang mencari masalah dapat dianalogikan seorang yang berbelanja di supermarket besar, bukan barangnya yang tidak ada, sulit dicari atau tidak ada barang yang menarik, melainkan bagaimana memilih barang yang dpat menjawab persoalan kebutuhannya yang paling dasar (primer) berdasarkan kemampuan finansial, pengetahuan terhadap barang itu sendiri, keterbatasan waktu, dan sebagainya. Semua barang yang ada di supermarket merupakan barang yang menarik bagi subyek tertentu yang membutuhkannya berdasarkan konteks yang dihadapi. Ada orang cukup banyak uang tetapi tidak mampu memperoleh barang yang berkualitas karena keterbatasan pengetahuan terhadap barang itu sendiri. Sebaliknya ada yang memiliki pengetahuan cukup tentang barang yang berkualitas tetapi keuangan tidak memadai.

Kemampuan menemukan masalah ditentukan antara lain oleh kepekaan (sensitivitas) dan kesediaan mengambil jarak dengan realitas sehari-hari (seperti rutinitas, kebenaran, fenomena alam dan kejadian di sekitar kita). Penemuan gaya grafitasi bumi, adalah berkat kemampuan Newton mengambil jarak terhadap fenomena alam (yaitu buah apel yang jatuh dari pohonnya) yang mungkin menurut orang lain bahwa buah jatuh dari atas ke bawah merupakan hal biasa. Clifford Geertz mampu menemukan tipologi masyarakat Jawa dalam varian abangan, santri dan priyayi adalah berkat kejelian dan kepekaannya dalam melihat realitas masyarakat Jawa.

Masalah sosial sering menampakkan diri pada conflict issues yang dapat ditangkap dari peristiwa yang ada dalam masyarakat. Isu-isu seperti itu dapat ditangkap melalui pengamatan lansung, atau dari surat kabar, atau media massa lainnya, atau dari pokok-pokok pembicaraan yang berkembang dalam masyarakat. Pertanyaan-pertanyaan yang kita ajukan membantu kita mengetahui pokok permasalahan dari isu tersebut. Seperangkat gejala umum perlu dipelajari untuk bisa menemukan isu seperti “demokrasi”, kualitas sumber daya manusia”, “pengangguran”, “kualitas beragama masyarakat”, “kualitas pendidikan”, “relevansi dakwah”, dan sebagainya.

Bertitik tolak dari isu tersebut kita berusaha merumuskan masalah yang menjadi fokus penelitian kita. Dari isu yang pragmatis tersebut dapat pula ditarik sejumlah masalah, tergantung dari sudut mana kita melihatnya. Di sinilah pentingnya teori sebagai acuan dalam melihat masalah.

Beberapa cara melatih kepekaan dalam melihat fenomena sosial di seputar kita sehingga akan memudahkan penemuan masalah penelitian adalah :
1. membaca sebanyak-banyak buku yang relevan dengan bidang yang kita tekuni dan bersikap kritis terhadap apa yang kita baca
2. menghadiri kuliah atau ceramah diskusi dan seminar atau forum ilmiah lainnya
3. mengadakan pengamatan dari dekat situasi atau peristiwa di sekitar kita
4. mengembangkan pemikiran kemungkinan penelitian dengan topik yang didapat waktu kuliah
5. menghadiri seminar hasil penelitian
6. berkunjung ke perpustakaan untuk memperoleh topik penelitian
7. berlangganan jurnal atau majalah yang sesuai dengan bidang atau disiplin keilmuan kita
8. mengumpulkan bahan-bahan yang berhubungan dengan bidang kita
9. dan sebagainya

Kriteria Masalah Penelitian

Penemuan masalah penelitian bukan merupakan pekerjaan yang mudah. Ada sejumlah kriteria yang dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam penemuan masalah penelitian, antara lain (1) merupakan bidang masalah dan topik yang menarik, (2) mempunyai signifikansi secara teoritis atau praktis, (3) dapat diuji melalui pengumpulan dan analisis data, (4) sesuai dengan waktu dan biaya yang tersedia.[5]

Empat kriteria tersebut kemudian digunakan untuk menganalisis masalah yang telah kita pilih. Adapun langkah-langkah analisis terhadap masalah yang sudah kita pilih itu adalah sebagai berikut.

Pertama, analisis subtansi masalah itu sendiri. Masalah yang dipilih memiliki relevansi akademik dalam arti termasuk bidang kaji keilmuan apa, misalnya sosiologi, psikologi, komunikasi, manajemen, teologi dan lain sebagainya. Dengan mengetahui dan memahami kedudukan masalah dalam konteks keilmuan yang ada, peneliti dapat menelisik dan mendalami permasalahan itu dan mendudukkan dalam pokok bahasan bidang ilmu dimaksud. Dengan cara ini, seorang peneliti akan memiliki pangkal tolak dan perspektif keilmuan yang ada.

Kedua, analisis teori dan metode. Masalah yang dipilih sebainya dapat dicari rujukan kepustakaan, perspektif teoritis, dan metodenya. Dengan pertimbangan ini dapat ditelusuri kajian pustaka baik berupa buku, jurnal atau hasil riset terdahulu, dan peneliti akan semakin tajam dan terfokus dalam penelitiannya. Perspektif teoritis berguna bagi peneliti agar memiliki starting point dan point of view yang jelas sehingga ia akan semakin peka dan kritis dalam menvermati setiap fenomena.

Ketiga, analisis institusional. Jenis, bobot dan tujuan penelitian hendaknya disesuaikan dengan institusi di mana peneliti mempersembahkan penelitiannya. Penelitian untuk persyaratan memperoleh gelar akademik (skripsi, tesis, dan desertasi) tentu berbeda dengan penelitian pesanan (action research, evaluation research).

Keempat, analisis metodologis. Masalah yang diangkat hendaknya terjangkau baik dari segi metode pengumpulan data atau datanya itu sendiri. Penelitian yang melibatkan para elit (presiden, gubernur, ketua partai dan kalangan birokrat lainnya) umumnya lebih sulit dilakukan –secaraprosedural—daripada meneliti masyarakat awam. Juga harus dipertimbangkan factor ketersediaan data, apakah cukup datanya dan mudah didapat.

Kelima, masalah yang dipilih hendaklah actual, berarti dan bermakna. Peneliti mestinya menghindari masalah yang sudah banyak diteliti. Peneliti juga harus mempertimbangkan nilai manfaat praktis atau konkrit jika masalah tersebut diteliti. Nilai manfaat tersebut sedapat mungkin dirasakan oleh peneliti, institusi, masyarakat maupun pengembangan ilmu.

Secara sederhana (untuk mudah mengingat) bahwa dalam memilih masalah penelitian dapat menggunakan Empat Relevansi (4R), yaitu relevansi akademik, relevansi insitusional, relevansi sosial, dan relevansi personal.

[1] Hillway.T, Introduction to Research (Boston: Miffin Co., 1976)
[2]Ardhana. W., Bacaan Pilihan Metode Penelitian (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1987)
[3]Lihat misalnya M. Nasir, Metode Penelitian (Jakarta: Gramedia, 2000), Sutrisno Hadi, Metode Research (Yogyakarta: Gajah Mada Press, 1980), Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta: 1996), W. Gulo, Metode Penelitian, (Jakarta: Grasindo, 2002) dan sebagainya
[4]Isaac, S. dan WB. Michael. Handbook in Research and Evaluation for Educational and the Behavioral Sciences, (California, USA: Edits Publisher, 1989), hlm. 32
[5] L.R Gay and PI Diehl, Research Methods for Business and Management, (New York: Macmillan Publishing Company, 1992) hlm. 54-55

Minggu, 11 Oktober 2009

MPS Pertemuan 4-5. kelas 3H1 dan 3H2

KLASIFIKASI PENELITIAN

Beberapa leteratur menunjukkan keragaman sudut pandang yang dipakai para ilmuan untuk melihat dan membuat klasifikasi atau macam-macam penelitian. Misalnya, jika dilihat dari segi hasil yang ingin dicapai penelitian dibagi menjadi penelitian eksplorasi atau deskriptif, dan penelitian eksplanatori[1]. Sementara jika dilihat dari segi bahan atau obyek yang akan diteliti, maka ada penelitian kepustakaan (library research) dan penelitian lapangan (field research). Apabila dilihat dari cara atau teknik analisis data, maka penelitian terbagi atas kuantitatif dan kualitatif, sedangkan apabila dilihat dari rancangan penelitian yang digunakan, penelitian dibagi menjadi penelitian yang bersifat histories, perkembangan, kasus, korelasional, kausal-komparatif, eksperimen sungguhan, eksperimen semu, dan penelitian tindakan (action research).[2] Masri Singarimbun dengan menggunakan sudut pandang metode dan rancangan, membagi penelitian menjadi penelitian survei, penelitian eksperimen, dan grounded research.[3]
Dari berbagai cara melihat penelitian yang menimbulkan macam-macamnya itu, cara melihat penelitian dari segi metode dan rancangan yang digunakan itulah yang umumnya digunakan sebagai acuan, karena cara pandang yang disebutkan sebelumnya dinilai sudah tercakup dalam cara melihat penelitian dari segi metode dan rancangannya.
A. Berdasarkan Tujuan Penelitian
1. Penelitian dasar (basic, pure, atau fundamental research)
Penelitian dasar merupakan tipe penelitian yang berkaitan dengan pemecahan persoalan tetapi dalam pengertian yang berbeda yaitu berupa persoalan yang bersifat teoretis dan tidak mempunyai pengaruh secara langsung dengan penentuan kebijakan, tindakan atau pengambilan keputusan. Tujuan penelitian dasar adalah pengembangan dan evaluasi terhadap konsep-konsep teoretis. Temuan penelitian dasar diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan teori.
Penelitian akademik yang dilakukan oleh mahasiswa sebagai tugas akhir yang dilaporkan dalam bentuk skripsi dan tesis atau bahkan disertasi umumnya merupakan jenis penelitian dasar.
2. Penelitian Terapan
Penelitian terapan (applied research) adalah penelitian yang menekankan pada pemecahan masalah-masalah praktis. Penelitian ini diarahkan untuk menjawab pertanyaan spesifik dalam rangka penentuan kebijakan, tindakan atau kinerja tertentu. Temuan penelitian umumnya berupa informasi yang diperlukan untuk pembuatan keputusan dalam memecahkan masalah-masalah pragmatis.
Penelitian terapan dibedakan menjadi pertama, penelitian evaluasi (digunakan untuk mendukung pemilihan terhadap beberapa alternatif tidakan dalam proses pembuatan keputusan. Penelitian ini melakukan penilaian terhadap efektivitas suatu tindakan, kegiatan atau program. Kedua, penelitian dan pengembangan yang dimaksudkan untuk mengembangkan produk baru atau pengembangan proses untuk menghasilkan produk. Ketiga, penelitian aksi (action research) yang bertujuan untuk mengembangkan keterampilan atau pendekatan baru dan memecahkan masalah tertentu. Masalah yang diteliti umumnya merupakan masalah praktis dan relevan dengan kondisi actual.

Faktor utama yang membedakan antara penelitian dasar dan penelitian terapan berdasarkan konteks dan tujuan masing-masing jenis penelitian, dapat dilihat dalam tabel berikut


Penelitian Dasar Penelitian Terapan


Lingkungan akademik Lingkungan pemerintah, stakeholder
Inisiatif berasal dari peneliti Inisiatif dari klien (sponsor)
Dibiayai oleh peneliti (bantuan) Dibiayai klien melalui kontrak
Penelitian mandiri Penelitian kelompok
Satu atau dua disiplin Multi disiplin
Lebih fleksibel Kurang fleksibel
Pengembangan ilmu Pemecahan masalah
Menjawab sedikit pertanyaan Menjawab banyak pertanyaan


B. Berdasarkan Karakteristik Masalah
Berdasarkan karakteristik masalah yang diteliti, penelitian diklasifikasikan menjadi:
Penelitian Historis adalah penelitian terhadap masalah-masalah yang berkaitan dengan fenomena masa lalu. Tujuan penelitian histories adalah melakukan rekonstruksi fenomena masa lalu secara sistematis, obyektif dan akurat untuk menjelaskan fenomena sekarang atau mengantisipasi fenomena yang akan datang.
Penelitian Deskriptif adalah penelitian terhadap permasalahan berupa fakta-fakta saat ini dari suatu populasi. Tujuan penelitian deskriptif adalah untuk menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan current status dari subyek yang diteliti. Jenis penelitian ini umumnya berkaitan dengan kejadian, prosedur, atau opini.
Penelitian Kasus dan Lapangan merupakan penelitian dengan karakteristik masalah yang berkaitan dengan latar belakang dan kondisi saat ini dari subyek yang diteliti serta interaksinya dengan lingkungan. Subyek yang diteliti dapat berupa individu, kelompok, lembaga atau komunitas tertentu. Tujuan penelitian kasus adalah melakukan penyelidikan secara mendalam mengenai subyek tertentu untuk membrikan gambaran yang lengkap mengenai subyek tertentu.
Penelitian Korelasional merupakan tipe penelitian dengan karakteristik masalah berupa hubungan korelasional antara dua variabel atau lebih. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan ada atau tidaknya korelasi antar variabel atau membuat prediksi berdasarkan korelasi antar variabel.
Penelitian Kausal-Komparatif merupakan tipe penelitian dengan karakteristik masalah berupa hubungan sebab-akibat antara dua variabel atau lebih. Peneliti melakukan pengamatan terhadap konsekuensi yang timbul dan menelusuri kembali fakta yang secara masuk akal sebagai factor penyebabnya. Penelitian komparatif merupakan tipe penelitian ex post facto (penelitian terhadap data yang dikumpulkan setelah terjadi suatu fakta atau peristiwa). Peneliti dapat mengidentifikasi fakta atau peristiwa tersebut sebagai variabel yang dipengaruhi (dependent) dan melakukan penyelidikan terhadap variabel yang mempengaruhi (independent)
Penelitian Eksperimen merupakan penelitian dengan masalah yang sama dengan penelitian kausal komparatif yaitu mengenai hubungan sebab-akibat antara dua atau lebih variabel. Dalam penelitian eksperimen peneliti melakukan manipulasi atau pengendalian (kontrol) terhadap setidaknya satu variabel independen, sedang pada penelitian kausal komparatif tidak ada perlakuan (treatment) dari peneliti terhadap variabel independen. Manipulasi peneliti terhadap variabel independen tertentu merupakan karakteristik dari penelitian eksperimen yang sengaja dilakukan untuk melihat pengaruh perlakuan tersebut terhadap variabel dependen.

C. Berdasarkan Paradigma Penelitian
Paradigma berarti suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. Menurut Anderson, paradigma adalah ideologi dan praktik suatu komunitas ilmuwan yang menganut suatu pandangan yang sama atas realitas, memiliki seperangkat kriteria yang sama untuk menilai aktivitas penelitian dan menggunakan metode serupa.[4] Secara umum terdapat dua paradigma yaitu paradigma positivistic dan paradigma naturalistic. Paradigma positivistic menghasilkan jenis penelitian kuantitatif, sedangkan paradigma naturalistic menghasilkan jenis penelitian kualitatif.
Perbedaan antara penelitian kuantitatif dengan penelitian kualitatif dapat dilihat berdasarkan beberapa factor berikut.

Aspek Perbandingan
Kualitatif
Kuantitatif
Fokus Penelitian
Kualitas (hakikat, esensi)
Kuantitas (berapa banyak)
Akar Filsafat
Fenomenologi
Positivisme, empirisme
Frase Terkait
Kerja lapangan, etnografi, naturalistic, grounded, dll
Eksperimen, empirik, statistik
Tujuan
Pemahaman, deskripsi
Pengukuran, uji hipotesis
Disain
Lentur
Detail dan ketat
Seting
Alamiah, akrab
Rekayasa, seleksi
Sampel
Kecil, tidak acak,
Besar, random, representasi
TPD
Peneliti (observasi, interview)
Bukan manusia (skala, tes, angket)
Analisis
Induktif
Deduktif
Temuan
Holistic dan kasuistik
Generalis, reduksionis

Sementara itu Burhan Bungin merinci penelitian kuantitatif menjadi berbagai ragam.

RAGAM PENELITIAN KUANTITATIF MENURUT JENIS PENGGOLONGAN[5]

NO
PENGGOLONGAN MENURUT
RAGAM PENELITIAN
1
Tujuan
Eksplorasi
Pengembangan
Verifikasi
2
Pendekatan
Longitudinal
Cross sectional
Kuantitatif
Survei
Assesment
Evaluasi
Action Research
3
Tempat
Library
Laboratorium
Filed
4
Bidang Ilmu
Pendidikan
Agama
Manajemen
Komunikasi
Administrasi
Bahasa
Hukum
Sejarah
Antropologi
Sosiologi
Filsafat, dsb.
5
Taraf
Deskriptif
Eksplanasi
6
Saat Terjadinya Variabel
Historis
Eks post Facto
Eksperimen


[1] Mely G. Tan, Masalah Perencanaan Penelitian, dalam Koentjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: Gramedia, 1983), hlm. 19
[2] Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1994), hlm. 9-26
[3] Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survey, (Jakarta: LP3ES, 1989), hlm. 3-8
[4] James A. Anderson, Communication Research: Issues and Methods, (New york: McGraw-Hill, 1987) hlm. 45.
[5] Lihat Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif ( Jakarta: Kencana, 2005), hlm. 41

MP KUALITATIF Pertemuan ke 5. kelas 5A 5B

PARADIGMA, TEORI DAN METODE
DALAM PENELITIAN KUALITATIF

A. Arti Paradigma, Teori dan Metode serta hubungannya dalam penelitian

Istilah paradigma kali pertama dikenalkan Thomas S. Kuhn dalam bukunya berjudul the Structure of Scientific Revolutions. Secara etimologi, banyak kata atau istilah yang dipadankan dengan paradigma antara lain perspektif, school of thought (mazhab pemikiran), model, pendekatan, strategi intelektual, kerangka konseptual, kerangka pemikiran, atau world view (pandangan dunia).

Paradigma didefinisikan oleh ahli dengan banyak redaksi. Kuhn sendiri mengartikannya sebagai pandangan hidup (world view) yang dimiliki oleh para ilmuan dalam suatu disiplin tertentu. Robert A. Friedrichs menyatakan bahwa paradigma adalah suatu gambaran yang mendasar mengenai pokok permasalahan yang dipelajari dalam suatu disiplin. Sementara Bogdan dan Biklen memahami paradgma dengan kumpulan lepas dari asumsi, konsep, atau proposisi yang disatukan secara logis yang mengarahkan pikiran dan jalannya penelitian.

Secara singkat Dedy Mulyana mengatakan paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. Sedemikian juga Imam Suprayogo meringkaskan bahwa paradigma merupakan pandangan dunia yang dimiliki seorang peneliti yang dengan itu ia memiliki kerangka berpikir (frame), asumsi, teori, atau proposisi dan konsep terhadap suatu permaslahan penelitian yang dikaji.

Dengan merujuk pendapat Anderson agaknya dapat digunakan untuk mengakhiri dan memahami apa sebenarnya paradigma itu dalam konteks penelitian. Anderson mengatakan bahwa paradigma adalah ideology dan praktek suatu komunitas ilmuwan yang menganut suatu pandangan yang sama atas realitas, memiliki seperangkat kriteria yang sama untuk menilai aktivitas penelitian, dan menggunakan metode serupa.

Sementara teori—berdasarkan etimologinya—mempunyai makna berkisar dari yang sangat awam, yakni sekadar spekulasi (misal teori tentang jam berapa kawan kita akan tiba di bandara Juanda dari Jakarta), hingga yang canggih seperti tersirat dalam teori relativitas Einstein. Untuk yang terkahir ini, maka teori diartikan sebagai penggambaran terbaik atas suatu keadaan berdasarkan pengamatan yang sistematik.

Definisi teori yang lazim dikutip adalah formulasi dari Kerlinger yaitu seperangkat konsep, definisi dan proposisi yang saling berhubungan yang menyajikan suatu pandangan yang sistematik atas fenomena dengan menjabarkan hubungan-hubungan dengan tujuan menjelaskan dan meramalkan fenomena tersebut. Definisi ini sebenarnya cocok untuk ilmu alam. Teori secara minimal terdiri dari suatu konsep yang dianggap sebab, suatu konsep yang dianggap akibat, dan suatu pernyataan tentang bagaimana dan mengapa kedua konsep tersebut berhubungan. Berdasarkan definisi-definisi tersebut, dapat dipahami bahwa teori mempunyai tingkatan yang berlapis-lapis, mulai dari yang tertinggi (paling abstrak) hingga yang paling operasional. Kalangan akademisi membagi tiga kategori teori: grand theory (teori agung), middle-range theory (teori menengah), dan operational atau particularistic theory (teori partikularistk/operasional).

Dalam kaitannya dengan penelitian, maka teori menurut Littlejohn merupakan tahap ketiga (mencari jawaban), setelah tahap bertanya (merumuskan pertanyaan) dan tahap kedua (pengamatan). Metode pengamatan berbeda antara paradigma yang satu dengan paradigma lainnya. Sebagian ilmuan sosial meneliti artefak dan dokumen-dokumen lama, sebagian lainnya terlibat secara pribadi, lainnya lagi menggunakan instrumen dan eksperimen. Pengamatan sering merangsang pertanyaan baru dan pengamatan antara lain ditentukan oleh teori dan pada gilirannya teori juga ditentukan oleh paradigma. Dengan demikian, suatu teori harus konsisten dengan paradigmanya, dan metode penelitian harus konsisten dengan teorinya dan sekaligus juga dengan paradigma yang digunakan.

Pemahaman tentang hubungan antara paradigma, teori dan metode penelitian itu penting. Masih ada mahasiswa yang menggunakan teori tertentu dalam menulis (meneliti untuk) skripsi, namun metode penelitiannya berbeda atau bahkan bertolak belakang dengan teori yang digunakan. Misal, seorang mahasiswa menggunakan teori Stimulus-Respon, namun metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif yang dalam laporan penelitiannya hanya dilengkapi dengan tabel-tabel frekuensi tunggal.

Sekali lagi, dalam bidang keilmuan, paradigma akan mempengaruhi teori kita yang pada gilirannya mempengaruhi cara kita melakukan (metode) penelitian. Paradigma menjelaskan asumsi-asumsinya yang spesifik mengenai bagaimana penelitian harus dilakukan dalam bidang yang bersangkutan. Paradigma menentukan apa yang dianggap fenomena yang relevan bagi penelitian dan metode yang sesuai untuk menemukan hubungan di antara fenomena yang kelak disebut teori.

Oleh karena setiap peneliti memandang disiplin ilmunya secara berbeda, ia cenderung menafsirkan fenomena yang sama dengan cara yang berbeda pula. Oleh karena tidak adanya paradigma yang dapat diterima secara universal semua interpretasi yang bervariasi menjadi sama-sama sah.

Beraneka ragam paradigma ternyata erat kaitannya dengan “persoalan apakah sebenarnya realitas sosial itu”. Uraian berikut lebih mengekplorasi mengenai realitas sosial, sebagai pengantar sub bab berikutnya mengenai paradigma penelitian kualitatif.

B. Paradigma dan Realitas Sosial

Macam paradigma yang dikemukakan oleh teoritisi bergantung pada bagaimana ia memandang manusia yang menjadi objek kajian mereka. Perbedaan paradigma ini pada dasarnya merupakan perbedaan penafsiran tentang apa itu realitas, dan bagaimana kedudukan manusia dalam realitas itu.

Realitas adalah semua yang telah dikonsepsikan sebagai sesuatu yang mempunyai wujud, sesuatu yang membenda atau actual. Realitas harus dibedakan dengan fakta dan fenomena. Fakta adalah semua hasil perbuatan atau buatan manusia. Sementara fenomena merupakan sesuatu yang menampak dan muncul dalam alam kesadaran manusia.

Realitas sosial menurut Berger dan Luckman terdiri dari tiga macam, yaitu
1. Realitas objektif yaitu realitas yang terbentuk dari pengalaman di dunia objektif yang berada di luar diri individu. Inilah yang disebut kenyataan empirik
2. Realitas simbolik yaitu ekspresi simbolik dari realitas objektif dalam berbagai bentuknya
3. Realitas subjektif yang terbentuk sebagai proses penyerapan kembali realitas objektif dan simbolik ke dalam individu melalui proses internalisasi.

Pemahaman seperti inilah yang kemudian membawa pada dikotomi bahwa realitas sosial itu empirik, dan simbolik yang sebenarnya bermuara pada dua aliran yaitu empirisisme dan aliran simbolisme. Aliran empirisisme (positivisme) merupakan induk penelitian kuantitatif, sementara aliran simbolisme (naturalisme) adalah induk penelitian kualitatif.

Aliran Empirisisme
1. objek kajian sosial yaitu realitas sosial itu sebagai realitas objektif yang teramati dan terukur
2. realitas sosial bukan kesadaran/pengetahuan warga masyarakat tetapi manifestasinya yang kasat mata dan teramati di alam inderawi yang objektif
3. manifestasinya mewujud dalam perilaku sosial warga masyarakat berikut pola-polanya, struktur dan jika sudah demikian menjadi institusi sosial
4. yang dikaji adalah struktur dan fungsi
5. perilaku manusia bergantung pada stimulus yang menerpa dirinya. Sehingga perilaku manusia itu sifatnya otomatis dan mekanistik

Aliran Simbolisme
1. realitas sosial sebagai makna-makna yang terinterpretasi dari berbagai symbol cultural
2. objek kajian sosial sebenarnya bukanlah apa yang sebatas penampakannya di alam inderawi
3. dunia manusia adalah dunia simbolis setiap wujud yang inderawi dalam hidup manusia adalah symbol yang merefleksikan makna-makna
4. mengkaji institusi sosial tidak akan cukup berhasil jika dilakukan hanya dengan mempelajari data tentang perilaku atau pola perilaku sosial dengan menggunakan indicator-indikator variabel
5. realitas sosial terbenam dalam relung alam kesadaran manusia yang simbolisme penuh makna
6. manusia dipandang sebagai makhluk sosial yang sehari-hari bukanlah “berperilaku” (behavior) tetapi “bertindak” (action). Istilah perilaku konotasinya mekanistik dan otomatis padahal tingkah laku sosial manusia selalu melibatkan niat, kesadaran dan alasan tertentu. Ia melibatkan makna dan interpretasi yang tersimpan dalam diri sebagai pelaku tindakan.
7. realitas sosial bersifat “maknawi” bergantung pada makna yang diberikan untuk manusia yang memandangnya
8. suatu objek, keadaan, kondisi situasi atau apa saja dalam kenyataan sosial bisa memiliki makna beraneka ragam. Karenanya, satu fakta beribu makna. Misal, pertandingan sepak bola di Gelora Sepuluh Nopember akan bermakna kesempatan melihat keterampilan mengocek bola bagi pecandu bola, tetapi kalangan pencopet akan memaknainya sebagai kesempatan emas untuk beraksi, lain lagi dengan para calo karcis. Demikian pula makna pertandingan sepak bola tersebut bagi juru parkir.
9. oleh sebab itu memahami realitas sosial harus memahami dunia makna yang tersimpan dalam diri perilaku




Minggu, 04 Oktober 2009

materi MPS 3 H1, 3H2

Pertemuan 3

A. Definisi Penelitian
Istilah penelitian berasal dari terjemahan bahasa Inggris research. Kata research berasal dari re yang berarti kembali dan search berarti mencari. Dengan makna ini kata research berarti mencari kembali. Banyak definisi tentang penelitian yang dikemukakan oleh para ahli: 
1. Dalam kamus Webster’s New International, penelitian atau research adalah penyelidikan yang hati-hati dan kritis dalam mencari fakta dan prinsip-prinsip; suatu penelitian yang cerdik untuk menetapkan sesuatu. 
2. Moh Nazir, dalam bukunya Metode Penelitian mengutip berbagai definisi tentang istilah penelitian ini. Di antara definisi yang dikutip adalah: 
3. Menurut Hillway (1956) penelitian adalah suatu metode studi yang dilakukan seseorang melalui penyelidikan yang hati-hati dan sempurna terhadap suatu masalah, sehingga diperoleh pemecahan yang tepat terhadap masalah tersebut. 
4. Menurut Parsons (1946) penelitian adalah sebagai pencarian atas sesuatu (inquiry) secara sistematis dengan penekanan bahwa pencarian ini dilakukan terhadap masalah-masalah yang dapat dipecahkan. 
5. Menurut John (1949), penelitian adalah suatu pencarian fakta menurut metode obyektif yang jelas untuk menemukan hubungan antar fakta dan menghasilkan dalil atau hukum.  
6. Definisi yang dikemukakan oleh Sutrisno Hadi dalam bukunya Metodologi Research, tidak jauh berbeda. Yakni, penelitian adalah usaha untuk menemukan, mengembangkan, dan menguji kebenaran suatu pengetahuan, yang dilakukan dengan menggunakan metode-metode ilmiah. Pelajaran yang memperbincangkan metode-metode ilmiah untuk research disebut metodologi research.  
Menurut hemat saya dari berbagai definisi penelitian diatas dapat dirumuskan sebagai berikut: Penelitian adalah rangkaian kegiatan sistematis untuk memecahkan masalah-masalah yang rumit, melalui interpretasi fakta-fakta dalam rangka upaya mengembangkan pengetahuan.

C. Fungsi Penelitian
Pengertian fungsi ini biasanya dibedakan menjadi dua pengertian, yakni manifest function dan latent function.

1. Manifest function: fungsi yang bersifat langsung
  Dari segi fungsi yang bersifat langsung ini, fungsi penelitian adalah:
a. Dapat menunjang eksistensi dan memberikan bobot ilmu pengetahuan dari segi keilmiahan, sehingga ilmu pengetahuan tersebut menjadi pengetahuan ilmiah. Maksud ilmu pengetahuan ilmiah disini adalah bahwa ilmu pengetahuan tersebut sistematis, artinya bahwa setiap ide atau gagasan setiap bidang masalah tidak berantakan, dan setiap ide pengetahuan terkait dengan ide pengetahuan yang lain. Dan diperoleh dengan metode yang teruji. Selain itu makna sistematis juga termasuk bahwa setiap ide pengetahuan terkait dengan ide pengetahuan yang lain.
b. Dapat mengembangkan ilmu pengetahuan, terutama karena adanya pengujian terhadap hipotesa-hipotesa yang telah dirumuskan dalam konsep penelitian. 

2. Latent function : fungsi yang bersifat tidak langsung.
Dari segi fungsi yang bersifat tidak langsung ini, fungsi penelitian adalah:
a. Memperdalam pengertian kita akan sifat dan kedudukan masalah sosial (social problem).
 Dalam kehidupan disekeliling kita akan selalu terdapat berbagai masalah sosial. Rumusan tentang masalah sosial ini ada yang bersifat dasar, dan ada pula yang tidak dasar. Rumusan masalah sosial ini akan sangat tergantung pada kemampuan seseorang melihat realita sosial disekelilingya. Karena setiap orang akan memiliki rumusan masalah sosial yang berbeda. Di antara contoh rumusan masalah sosial yang bersifat dasar adalah pandangan Karl Marx, tentang keterasingan (alienation). Dari masalah sosial yang bersifat dasar ini melahirkan rumusan masalah sosial berikutnya seperti pengangguran dan kemiskinan. Demikian seterusnya dari rumusan tersebut akan melahirkan rumusan-rumusan masalah sosial lebih lanjut.
 Contoh lain tentang rumusan masalah sosial yang bersifat dasar adalah pandangan Durkheim tentang anomie (ketidak teraturan). Dari rumusan masalah sosial ini akan melahirkan rumusan masalah sosial berikutnya seperti bunuh diri, dan seterusnya.  
b. Mengokohkan usaha-usaha kita menangani masalah-masalah sosial lewat kebijaksanaan yang terencana. 
Pengertian kebijaksanaan ini selalu dikaitkan dengan praktek tindakan tertentu. Disini kebijaksanaan sering juga diartikan sebagai intervensi; yakni mempengaruhi segala persoalan untuk diatasi atau diselesaikan dengan cara tertentu. Kata kebijaksanaan sering digunakan untuk memberikan legitimasi tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau lembaga yang memiliki otoritas; seperti negara, aparat pimpinan negara, gereja, industri, dan organisasi-organisasi sosial lainnya.  
c. Hasil penelitian dapat mempengaruhi perkembangan lingkungan masyarakat. Dengan saran-saran, evaluasi dan pernyataan-pernyataan yang ditulis melalui laporan penelitian dapat mempengaruhi pikiran atau motivasi para pengembang masyarakat, pembangun masyarakat dan para pekerja dalam masyarakat untuk lebih meningkatkan dan memperhatikan perkembangan masyarakat yang sedang berlangsung. Dengan demikian lingkungan masyarakat secara tidak langsung memperoleh manfaat dari hasil penelitian. 

D. Prinsip penelitian

Prinsip penelitian dapat dikatakan sebagai sebuah proses kegiatan yang terus berputar, yang tidak akan pernah berhenti secara permanen. Setiap hasil laporan penelitian pada prinsipnya merupakan hasil sementara, yang dianggap final. Hal ini karena hasil penelitian tersebut masih dapat diuji dan diteliti kembali. Secara umum proses kegiatan yang terus berputar tersebut meliputi, sekurang-kurangnya 7 langkah, yang terus dapat berulang:
1. Dimulai dari sebuah pertanyaan tentang sesuatu yang belum terjawab di dalam pikiran peneliti. Jenis pertanyaan yang ada dalam pikiran seseorang itu beraneka ragam. Pertanyaan dapat dimulai dengan awalan kata pertanyaan yang dikenal dengan istilah 5 W dan satu H, ( What, Why, Who, When, Where dan How).
  What? Apa yang akan anda teliti? Ini adalah pertanyaan dasar, merupakan masalah utama yang harus diselesaikan. Pada umumnya bagian pertanyaan ini sangat menentukan dan berguna untuk merumuskan topik penelitian secara spesifik.
Why? Mengapa anda menginginkan penelitian itu? Apa penting keinginan tersebut di teliti. Apa tujuannya? Mengapa anda pilih penelitian yang spesifik tersebut? 
 Who? Siapa yang akan dijadikan sumber data? Dalam hal ini anda perlu berpikir siapa yang dijadikan responden, informan atau obyek penelitian. Bersamaan dengan pikiran ini anda juga perlu berpikir, mungkinkah responden atau informan tersebut di peroleh? Kalau dapat diperoleh ok laksanakan dan kalau tidak cari yang paling mungkin. 
Where? Dimana lokasi penelitian yang akan anda lakukan? Dalam memilih lokasi ini anda juga sekaligus berpikir dengan menyesuaikan jumlah dana yang akan digunakan dan apakah dana yang tersedia sudah memadai untuk dipakai. Apabila dana tidak mendukung perlu dicari lokasi yang memungkinkan. 
When? Kapan penelitian dilakukan. Pertanyaan ini akan membantu untuk menyesuaikan kesempatan yang ada untuk menentukan jadwal penelitian. 
How? Bagaimana penelitian itu dilakukan? Pertanyaan ini membantu untuk memilih metodologi penelitian yang tepat. Misalnya bagaimana menentukan populasi, sampling, sumber data, analisis data dilakukan. 



materi MP Kualitatif 5A, 5B

pertemuan 3-4
LANGKAH DAN MASALAH PENELITIAN

A. Langkah Penelitian Kualitatif
Untuk memperoleh pemahaman tentang langkah-langkah penelitian kualitatif dapat dimulai dengan melihat model cetak biru (blue print) penelitian ini. Cetak biru tersebut adalah
1. nurani akademik peneliti dikacaukan oleh suatu problem yakni interaksi atau kontradiksi antara dua atau lebih faktor yang dapat membinggungkan peneliti.
2. dari problem tadi muncullah sejumlah pertanyaan yang ingin dijawabnya
3. pertanyaan itu diharapkan ada jawabnya dan inilah tujuan yang ingin dicapainya
4. setiap tujuan penelitian itu pasti ada dalam kerangka konseptual teoritis sebagaimana ramai diwacanakan saat ini. 
5. untuk mencapai tujuan itu harus ada alat atau metode perolehannya
6. peneliti harus hati-hati terhadap adanya ancaman internal maupun ancaman eksternal yang menggerogoti validitas semua langkah penelitian.

Blue print tersebut jika digambarkan adalah sebagai berikut












Apabila dikaitkan dengan model penarikan kesimpulan dan peran teori dalam penelitian kualitatif, maka diagramnya dapat divisualisaikan sebagai berikut:























Dari blue print tersebut kemudian dapat dirinci unsur-unsur dan tertib urutan penelitian kualitatif sebagai berikut:
1. menentukan fokus penelitian
2. menentukan kesesuaian paradigma dengan fokus penelitian
3. menentukan kesesuaian paradigma dengan teori subtantif. Untuk melakukan poin 2 dan 3 ini peneliti harus mengkaji asumsi dasar dari paradigma naturalistic dengan merujuk teori subtantif yang diyakini peneliti. Ada lima aksioma paradigma ini, yaitu (a) hakikat realitas sebagai realitas jamak yang ada dalam pemikiran manusia, (b) hubungan antara yang mengetahui (the knower) dan yang diketahui (the known) sebagai hubungan interaktif bukannya dualisme subyek-obyek, (c) hasil penelitian bukan mencari generalisasi, tetapi mencari pemahaman melalui hipotesis kerja atau deskripsi kental (thick description), (d) dinamika kejadia: tidak tertarik pada hubungan kausalitas tetapi lebih tertarik memahami apa yang terjadi secara alami di lapangan, dan (e) peran nilai dalam penelitian: penelitian itu tidak terpisah dari nilai-nilai yang dianut peneliti. Penelitian tidak bebas nilai.
4. menentukan dimana dan dari siapa data akan diperoleh
5. menentukan fase-fase penelitian
6. menggunakan instrumen manusia
7. mengumpulkan dan merekam data
8. melakukan analisis data
9. membangun keterpercayaan

Secara singkat tertib urut tersebut dapat tercermin dari langkah-langkah penelitian sebagai berikut:
1. Pernjajagan, penentuan masalah dan perumusan masalah
2. Penyusunan desain
3. Penyusunan instrumen
4. Pengumpulan data
5. Pengolahan dan analisis data
6. Pelaporan

B. Masalah Penelitian

Beberapa literatur dalam metodologi penelitian menyatakan bahwa penelitian dilaksanakan dalam rangka memperoleh pemecahan terhadap suatu masalah. Hillway , misalnya menyatakan bahwa penelitian adalah suatu metode studi yang dilakukan oleh individu, kelompok atau badan melalui penyelidikan yang cermat tentang suatu masalah sehingga diperoleh pemecahan yang tepat atas masalah tersebut. Ardhana juga mengatakan bahwa penelitian itu merupakan proses untuk mencapai pemecahan masalah yang dapat diandalkan melalui pengumpulan, analisis dan intrepretasi data yang terencana dan sistematis. Emory dalam bukunya Business Research Methods (1997) sebagai dikutip oleh Sugiyono, berpendapat bahwa penelitian dilakukan berawal dan berakhir dengan masalah. Demikian urgen dan signifikannya “masalah” dalam penelitian, beberapa penulis buku penelitian meletakkan masalah sebagai pangkal tolak aktivitas penelitian. 
Secara ekstrim dapat dikatakan bahwa penelitian itu ada karena kita ingin memperoleh pemecahan suatu masalah. Isaac dan Michael bahkan berani mengatakan “formulasi masalah penelitian dengan baik merupakan setengah dari tahap pemecahan masalah dan penelitian itu sendiri”. Pengakuan para ahli penelitian seperti di atas sangat mudah dipahami mengingat apapun pendekatan penelitian yang digunakan (kuantitatif atau kualitatif), masalah merupakan komponen utama yang harus dipahami bagi seorang peneliti. 
Permasalahan yang sering kita dengar adalah adanya keluhan “kehabisan” masalah bagi peneliti pemula (baca: mahasiswa). Keluhan ini sebenarnya menyiratkan kontradiksi dengan hakikat dirinya sebagai manusia. Manusia adalah makhluk yang sanantiasa bermasalah. Jadi yang sulit adalah mengidentifikasi masalah dan mendudukkannya dalam proposal penelitian.

1. Kriteria Masalah Penelitian

Kapabilitas dan kredibilitas seorang peneliti bukan hanya ditentukan oleh frekuensi atau jam terbang melakukan penelitian, melainkan juga oleh kemampuan menemukan dan memilih masalah penelitian yang layak teliti. Masalah penelitian adalah suatu keadaan yang bersumber dari interaksi antara dua factor atau lebih yang menghasilkan situasi yang membingungkan. Karena membingungkan maka memerlukan solusi. Masalah pada dasarnya adalah merupakan suatu keadaan yang memerlukan solusi. 
Keadaan tersebut muncul karena adanya kesenjangan (gap/kontradiktif) antara apa yang ada dan apa yang seharusnya, antara kenyataan yang ada dan apa yang diharapkan, antara tuntutan dengan apa yang tersedia, antara teori dan kenyataan. Masalah akan muncul apabila kita mampu menangkap kontradiktif pada interaksi antara satu atau dua komponen, yaitu konsep, pengalaman dan data empirik.







  


Kontradiktif yang terjadi pada konsep disebut dengan conceptual problems, sedangkan kontradiktif pada data empirik disebut dengan action problems, dan kontradiktif pada pengalaman dinamakan value problems. 

Apabila dilihat dari apa yang diharapkan, maka masalah dapat dikelompokkan ke dalam 3 kategori, yaitu (1) masalah filosofis, (2) masalah kebijakan, dan (3) masalah ilmiah. Suatu masalah dikatakan masalah filosofis jika gejala-gejala empirisnya tidak sesuai dengan pandangan hidup yang ada dalam masyarakat. Gejala hubungan seks sebelum nikah di kalangan remaja termasuk dalam kategori ini, karena nilai-nilai yang berlaku di kalangan remaja itu tidak sesuai dengan norma-norma etis dan norma-norma keagamaan yang dianut oleh masyarakat.

Masalah yang tergolong dalam masalah kebijakan adalah perilaku-perilaku atau kenyataan yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh pembuat kebijakan. Kualitas pendidikan yang tidak sesuai dengan tujuan pendidikan, bantuan untuk orang miskin yang tidak mencapai sasaran, merupakan dua contoh masalah dalam kategori ini.

Masalah yang tergolong dalam kategori masalah ilmiah adalah kenyataan-kenyataan yang tidak sesuai dengan teori ilmu pengetahuan. Dalam psikologi terdapat “teori hukuman” yang menjelaskan bahwa hukuman yang diberikan kepada anak akan mengubah perilakunya ke arah yang positif. Tetapi dalam kenyataannya, anak-anak yang diberi hukuman itu perilakunya justru semakin mengarah pada hal-hal yang negatif, bahkan hukuman itu menanamkan dendam kepada orangtuanya.

2. Menemukan Masalah penelitian

Kesulitan menemukan masalah bukan disebabkan oleh ketiadaan masalah itu sendiri, sebab masalah dalam penelitian bersifat tak terbatas. Peneliti yang sedang mencari masalah dapat dianalogikan seorang yang berbelanja di supermarket besar, bukan barangnya yang tidak ada, sulit dicari atau tidak ada barang yang menarik, melainkan bagaimana memilih barang yang dpat menjawab persoalan kebutuhannya yang paling dasar (primer) berdasarkan kemampuan finansial, pengetahuan terhadap barang itu sendiri, keterbatasan waktu, dan sebagainya. Semua barang yang ada di supermarket merupakan barang yang menarik bagi subyek tertentu yang membutuhkannya berdasarkan konteks yang dihadapi. Ada orang cukup banyak uang tetapi tidak mampu memperoleh barang yang berkualitas karena keterbatasan pengetahuan terhadap barang itu sendiri. Sebaliknya ada yang memiliki pengetahuan cukup tentang barang yang berkualitas tetapi keuangan tidak memadai.

Kemampuan menemukan masalah ditentukan antara lain oleh kepekaan (sensitivitas) dan kesediaan mengambil jarak dengan realitas sehari-hari (seperti rutinitas, kebenaran, fenomena alam dan kejadian di sekitar kita). Penemuan gaya grafitasi bumi, adalah berkat kemampuan Newton mengambil jarak terhadap fenomena alam (yaitu buah apel yang jatuh dari pohonnya) yang mungkin menurut orang lain bahwa buah jatuh dari atas ke bawah merupakan hal biasa. Clifford Geertz mampu menemukan tipologi masyarakat Jawa dalam varian abangan, santri dan priyayi adalah berkat kejelian dan kepekaannya dalam melihat realitas masyarakat Jawa.

Masalah sosial sering menampakkan diri pada conflict issues yang dapat ditangkap dari peristiwa yang ada dalam masyarakat. Isu-isu seperti itu dapat ditangkap melalui pengamatan lansung, atau dari surat kabar, atau media massa lainnya, atau dari pokok-pokok pembicaraan yang berkembang dalam masyarakat. Pertanyaan-pertanyaan yang kita ajukan membantu kita mengetahui pokok permasalahan dari isu tersebut. Seperangkat gejala umum perlu dipelajari untuk bisa menemukan isu seperti “demokrasi”, kualitas sumber daya manusia”, “pengangguran”, “kualitas beragama masyarakat”, “kualitas pendidikan”, “relevansi dakwah”, dan sebagainya.

Bertitik tolak dari isu tersebut kita berusaha merumuskan masalah yang menjadi fokus penelitian kita. Dari isu yang pragmatis tersebut dapat pula ditarik sejumlah masalah, tergantung dari sudut mana kita melihatnya. Di sinilah pentingnya teori sebagai acuan dalam melihat masalah. Gambar berikut memperlihatkan bagaimana menemukan masalah dari isu yang ada dengan mempertemukan gejala-gejala factual (empiris) dengan teori.

















Beberapa cara melatih kepekaan dalam melihat fenomena sosial di seputar kita sehingga akan memudahkan penemuan masalah penelitian adalah :
1. membaca sebanyak-banyak buku yang relevan dengan bidang yang kita tekuni dan bersikap kritis terhadap apa yang kita baca
2. menghadiri kuliah atau ceramah diskusi dan seminar atau forum ilmiah lainnya
3. mengadakan pengamatan dari dekat situasi atau peristiwa di sekitar kita
4. mengembangkan pemikiran kemungkinan penelitian dengan topik yang didapat waktu kuliah
5. menghadiri seminar hasil penelitian 
6. berkunjung ke perpustakaan untuk memperoleh topik penelitian
7. berlangganan jurnal atau majalah yang sesuai dengan bidang atau disiplin keilmuan kita
8. mengumpulkan bahan-bahan yang berhubungan dengan bidang kita
9. dan sebagainya 

3. Kriteria Masalah Penelitian

Penemuan masalah penelitian bukan merupakan pekerjaan yang mudah. Ada sejumlah kriteria yang dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam penemuan masalah penelitian, antara lain (1) merupakan bidang masalah dan topik yang menarik, (2) mempunyai signifikansi secara teoritis atau praktis, (3) dapat diuji melalui pengumpulan dan analisis data, (4) sesuai dengan waktu dan biaya yang tersedia. 

Empat kriteria tersebut kemudian digunakan untuk menganalisis masalah yang telah kita pilih. Adapun langkah-langkah analisis terhadap masalah yang sudah kita pilih itu adalah sebagai berikut.

Pertama, analisis subtansi masalah itu sendiri. Masalah yang dipilih memiliki relevansi akademik dalam arti termasuk bidang kaji keilmuan apa, misalnya sosiologi, psikologi, komunikasi, manajemen, teologi dan lain sebagainya. Dengan mengetahui dan memahami kedudukan masalah dalam konteks keilmuan yang ada, peneliti dapat menelisik dan mendalami permasalahan itu dan mendudukkan dalam pokok bahasan bidang ilmu dimaksud. Dengan cara ini, seorang peneliti akan memiliki pangkal tolak dan perspektif keilmuan yang ada.

Kedua, analisis teori dan metode. Masalah yang dipilih sebainya dapat dicari rujukan kepustakaan, perspektif teoritis, dan metodenya. Dengan pertimbangan ini dapat ditelusuri kajian pustaka baik berupa buku, jurnal atau hasil riset terdahulu, dan peneliti akan semakin tajam dan terfokus dalam penelitiannya. Perspektif teoritis berguna bagi peneliti agar memiliki starting point dan point of view yang jelas sehingga ia akan semakin peka dan kritis dalam menvermati setiap fenomena.

Ketiga, analisis institusional. Jenis, bobot dan tujuan penelitian hendaknya disesuaikan dengan institusi di mana peneliti mempersembahkan penelitiannya. Penelitian untuk persyaratan memperoleh gelar akademik (skripsi, tesis, dan desertasi) tentu berbeda dengan penelitian pesanan (action research, evaluation research).

Keempat, analisis metodologis. Masalah yang diangkat hendaknya terjangkau baik dari segi metode pengumpulan data atau datanya itu sendiri. Penelitian yang melibatkan para elit (presiden, gubernur, ketua partai dan kalangan birokrat lainnya) umumnya lebih sulit dilakukan –secaraprosedural—daripada meneliti masyarakat awam. Juga harus dipertimbangkan factor ketersediaan data, apakah cukup datanya dan mudah didapat. 

Kelima, masalah yang dipilih hendaklah actual, berarti dan bermakna. Peneliti mestinya menghindari masalah yang sudah banyak diteliti. Peneliti juga harus mempertimbangkan nilai manfaat praktis atau konkrit jika masalah tersebut diteliti. Nilai manfaat tersebut sedapat mungkin dirasakan oleh peneliti, institusi, masyarakat maupun pengembangan ilmu.

Secara sederhana (untuk mudah mengingat) bahwa dalam memilih masalah penelitian dapat menggunakan Empat Relevansi (4R), yaitu relevansi akademik, relevansi insitusional, relevansi sosial, dan relevansi personal.
 



Minggu, 06 September 2009

PEMBAGIAN TUGAS MP KUALITATIF 5A, 5B

Pembagian Tugas Kelompok Penyusunan Paper MP Kualitatif
Kelas : 5A

Kelompok I : Topik : Mengenal Penelitian Kualitatif
Lia Kholifah
Khoiril Anwar
Sholihul Abidin

Kelompok II : Topik : Langkah-langkah Penelitian Kualitatif
Lucky Mashita Imania
Muhammad Al-Haddad
Umar Muhtar Asadullah

Kelompok III: Topik : Masalah/Fokus Penelitian Kualitatif
Fikri Setiawan
Arifatul Khoiriyah
Kholid Noviyanto

Kelompok IV: Topik: Teori dan Design Penelitian Kualitatif ; Grounded Theory dan Fenomenology
Mahfut Hadi
Aan Sutanto
Diah Ambarwati

Kelompok V : Topik : Teori dan Design Penelitian Kualitatif : Etnometodology dan Interaksi Simbolik

Tri Wahyuningsih
Muhammad Anis
Rokhmatin NIsa

Kelompok VI : Topik : Teknik Pengumpulan Data Penelitian Kualitatif
Mansyuriah Novitasari
Uchti Utami
Siti Yuliana

Kelompok VII : Topik: Analisis Data Kualitatif
Devi Marcellina
Khoirul Huda
Mir’atul Hikmah

Kelompok VIII: Topik : Teknik Keabsahan Data
Lailatul Zuhriyah
Ana Mariana

Kelompok IX: Proposal dan Laporan Penelitian Kualitatif
Lisa Sri Rahmatullah
Ahmad Habib
Yudi Fauzi
Pembagian Tugas Kelompok Penyusunan Paper MP Kualitatif
Kelas : 5B


Kelompok I : Topik : Mengenal Penelitian Kualitatif
Nun Ahsan
Anisatul Islamiyah

Kelompok II : Topik : Langkah-langkah Penelitian Kualitatif
Agus Susanto
Muhammad Sholeh Anwar

Kelompok III: Topik : Masalah/Fokus Penelitian Kualitatif
Zaki Yamani
Ahmad Amrullah
Rizki Haqqul Yaqin

Kelompok IV: Topik: Teori dan Design Penelitian Kualitatif ; Grounded Theory dan Fenomenology
May Aini Lutfi Azizah
Miftahul Fikri
Shella Syahfiani

Kelompok V : Topik : Teori dan Design Penelitian Kualitatif : Etnometodology dan Interaksi Simbolik
Yahya
Ahmad Alimul Ghoffar
Kholifah Rusdiana

Kelompok VI : Topik : Teknik Pengumpulan Data Penelitian Kualitatif
Ahmad Hayyan Najikh
Asna Istya Marwantika
Mahfudz

Kelompok VII : Topik: Analisis Data Kualitatif
Ahmad Wajdi
Siti Ma’zumah
Badrul Munir

Kelompok VIII: Topik : Teknik Keabsahan Data
Mustainah
Hasbullah Iqbal

Kelompok IX: Proposal dan Laporan Penelitian Kualitatif
Lutfi Bari Hasani
Mahfudz
Supriyono

Catatan : tugas dikirim via email paling lambat tanggal 26 Oktober 2009